Rasa-rasanya kita sudah teramat bosan dengan diskusi berpanjang lebar
soal interpretasi ayat ketiga Surat al-Nisa. Rasanya masing-masing
kubu pro dan anti poligami sudah sama-sama mengambil sikap tegas
dalam hal ini: bagimu interpretasimu, bagiku interpretasiku. Hampir
setiap perdebatan dan polemik seputar ayat tersebut selalu berakhir
dengan kesepakatan untuk tidak sepakat. Jika sudah begini, tentu saja
seperangkat penjelas asbab al-nuzul, maupun pemahaman terhadap
konteks, menjadi tidak relevan lagi. Pun maqashid al-syariah.
Selesaikah? Nampaknya tidak. Penegasan itu harus dirayakan. Harus ada
singgasana dan segala macam pernak-perniknya untuk melegitimasi hasil
interpretasi itu. Toh, justifikasi teks maupun historis bisa dirunut;
Nabi Saw sendiri, Raja-raja Abbasiyah, Umayyah, dan konon hingga Raja
Fahd saat ini juga melakukannya, meski tradisi harem dan selir itu
juga bukan melulu milik mereka. Raja-raja Jawa masa lampau
melakukannya.
Nampaknya ada yang terlupakan dari poligami; para istri tua yang
menderita tekanan batin hingga akhir hayatnya karena sadar diri bahwa
istri kedua dan ketiga dari suaminya lebih muda, lebih cantik, dan
tentu saja implikasinya; lebih diprioritaskan daripada mereka yang
sudah tua renta dan tak menarik. Begitu juga anak-anak mereka yang
terlantar karena mayoritas waktu bapaknya tersedot di pangkuan
madunya yang lebih manis. Perspektif korban poligami ini yang hampir
tak tersentuh dalam ruang interpretasi ayat.
Nampaknya mereka juga melupakan satu hal: di balik gemerlap catatan
sejarah Bani Abbasiyah, Bani Umayyah, ada juga percikan catatan yang
tak terlalu menjadi pertimbangan mereka; perbudakan seksual perempuan-
perempuan harem mereka. Sejarah keagungan dinasti itu, pada titik
tertentu, adalah sejarah penindasan perempuan. Pada titik tertentu
pula sejarah poligami adalah sejarah perbudakan.
Jadi, ini bukan tentang sah-tidaknya poligami. Ini bukan tentang
halal-haram. Bukan pula tentang supremasi tafsir. Ini tentang siapa
yang menjadi korban, siapa yang dimanusiakan. Tentang siapa menindas
dan siapa ditindas